A.
PENDAHULUAN
SEJARAH KAWASAN
Kebudayaan
dan Betawi sangat mendesak untuk dilestarikan. Kurangnya kesadaran warga
Jakarta dan derasnya pembangunan fisik di Ibu Kota negara ini mempersempit
ruang gerak dan tumbuh kembang seni budaya Betawi. Budaya Betawi dalam kondisi
siaga satu. Pembangunan Jakarta saat ini
masuk pada era modern dan kencangnya budaya internasional mengikis seni
tradisional ditambath dengan faktor lain seperti makin sempitnya ruang Jakarta
yang berubah menjadi pemukiman Apartemen, sehingga mempersempit seni budaya
betawi untuk tumbuh dan berkembang.
Sudah
lama Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan dikenal sebagai sebuah cagar
budaya Betawi. Kawasan seluas 32 hektar ini sebenarnya merupakan perkampungan
masyarakat Betawi di Jakarta. Setu
Babakan sendiri sudah ditetapkan menjadi cagar budaya Betawi sejak 17 tahun
lalu, tepatnya pada 18 Agustus 2000. Setu Babakan menjadi pusat budaya Betawi
ini ditetapkan lewat Peraturan Gubernur No. 9 tahun 2000. Setelah Pergub
tersebut terbit, Gubernur DKI Jakarta kala itu, Sutiyoso mulai mempersiapkan
Setu Babakan menjadi kawasan istimewa bernuansa budaya Betawi.
Hanya
saja, dulunya Setu Babakan bukanlah pilihan satu-satunya yang bersaing jadi
cagar budaya Betawi. Ketua Bidang Pemuda Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus)
Betawi, Muhammad Ikhsan mengatakan, Setu Babakan bukanlah opsi pertama
pemerintah provinsi DKI Jakarta yang ingin membuat cagar budaya Betawi. Kala itu, kata Ikhsan, Pemprov DKI berencana
membangun cagar pelestarian budaya betawi di daerah Condet, Jakarta Timur.
Namun, budaya Betawi di Condet dinilai sudah mulai luntur karena perkembangan
zaman dan banyaknya pendatang.
Meski
saat itu semua perhatian untuk pembangunan cagar budaya Betawi sudah jatuh pada
Setu Babakan, namun itu tak berarti Setu Babakan mendadak berubah menjadi
cantik dan istimewa.
Setu
Babakan sendiri tidak langsung bersolek megah seperti sekarang. Ikhsan
mengungkapkan bahwa kala itu Pemprov DKI Jakarta memberikan lahan dan uang
terlebih dahulu kepada masyarakat setempat untuk membangun rumah-rumah khas
Betawi di kawasan Setu Babakan. Sejak
itu, Pemprov DKI Jakarta semakin memantapkan niatnya untuk membangun suatu
kawasan yang bernuansa Betawi. Kemudian pada 2004, Gubernur Sutiyoso meresmikan
Setu Babakan sebagai kawasan cagar budaya Betawi.
Tujuan
penetapan Perkampungan Budaya Betawi adalah untuk membina dan melindungi secara
sungguh-sungguh dan terus menerus tata kehidupan serta nilai-nilai budaya
Betawi, menciptakan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai seni budaya Betawi
sesuai dengan akar budayanya, menata dan memanfaatkan potensi lingkungan fisik
baik alami maupun buatan yang bernuansa Betawi, mengendalikan pemanfaatan
lingkungan fisik dan non fisik sehingga saling bersinergi untuk mempertahankan
ciri khas Betawi (Pengelola, Perkampungan Budaya Betawi, 2012).
Berdasarkan
tujuan yang ditetapkan di dalam kebijakan tersebut, diharapkan kedepannya dapat
berkembang tidak saja sebagai pusat pengembangan budaya Betawi, tetapi dapat menjadi
salah satu obyek wisata yang menarik dan menjadi andalan khususnya untuk
kotamadya Jakarta Selatan. Saat ini, kawasan wisata Perkampungan Budaya Betawi
terbagi atas tiga jenis atraksi wisata yaitu wisata air, wisata agro dan wisata
budaya. Jenis atraksi wisata air yang dapat dilakukan di kawasan wisata Perkampungan
Budaya Betawi antara lain pemancingan, dayung perahu dan olahraga air.
Sedangkan wisata agro yaitu bercocok tanam berbagai tanaman tropis, cara
pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian, cara pembuatan gulamerah kelapa
dan lain-lain. Dan atraksi wisata yang terakhir juga sangat menarik adalah wisata budaya yaitu pagelaran seni baik
musik, tarian maupun teater Betawi. Selain itu juga ada atraksi upacara
kebudayaan Betawi seperti upacara pernikahan, sunatan, aqiqah, khatam Qur’an
dan nujuh bulanan. Pihak pengelola telah menyediakan fasilitas Home stay
sebanyak 67 unit rumah adat untuk wisatawan yang ingin merasakan aktivitas
tradisional masyarakat Betawi. Beragam kegiatan yang ada di Perkampungan Budaya
Betawi layak di tonton dan dinikmati langsung karena mengandung nilai-nilai
tradisional.
Menurut
Yoeti (1982) dalam Yanuarizki (2013), motivasi wisatawan untuk mengujungi suatu
obyek wisata yaitu ingin mengetahui lebih mendalam tata cara hidup, adat
istiadat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat serta mempelajari seluk beluk
adat istiadat itu sendiri. Sehingga wisatawan yang berkunjung ke Perkampungan Budaya
Betawi dapat menyaksikan dari dekat budaya masyarakat Betawi. Kawasan wisata
Setu Babakan diharapkan dapat menjaga dan melestarikan tradisi Budaya Betawi
seperti seni musik, seni tari dan teater tradisional, seni bela diri, kuliner
dan sebagainya. Selain itu juga, masyarakat lokal maupun masyarakat pendatang
yang tinggal disekitar kawasan tersebut ikut berpartisipasi menjaga keutuhan
budaya Betawi.
Adanya
berbagai kegiatan di kawasan ini membuat peluang masyarakat dalam bidang
ekonomi pun menjadi terbuka dan membuat masyarakat sekitar melakukan alternatif
pekerjaan untuk menambah penghasilan rumah tangga mereka. Dan, dengan penetapan
obyek wisata Setu Babakan sebagai kampong Betawi, masyarakat dapat menjaga,
melestarikan dan mempertunjukkan keanekaragaman kebudayaan Betawi.
B.
Telaah
Pustaka
a. Budaya
Betawi
Istilah budaya berasal dari bahasa Sansekerta
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi berarti “budi” atau “akal”.
Dengan demikian hakikat budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
budi dan akal manusia.
Budaya merupakan suatu cara hidup yang terbentuk dari
banyak unsur yang rumit (agama, politik, adat istiadat, bahasa, seni, dll) dan
berkembang pada sebuah kelompok orang atau masyarakat. Budaya sering kali
dianggap warisan dari generasi ke generasi dan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara
genetis.
Istilah kebudayaan berasal dari kata dasar budaya
sehingga memiliki keterkaitan makna. Kebudayaan merupakan hasil dari budaya
yaitu hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti
kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Kebudayaan menunjuk kepada berbagai
aspek kehidupan meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan
sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia khas untuk suatu masyarakat
atau kelompok penduduk tertentu.
Masyarakat Betawi adalah masyarakat yang berada di
Indonesia diseluruh wilayah DKI Jakarta, sebagian besar wilayah Bekasi,
sebagian wilayah Bogor, sebagian Kecamatan Batu Jaya di Kecamatan Karawang dan
sebagian wilayah tanggerang. Menurut Selo Soemardjan menjelaskan bahwa yang
dimaksud masyarakat adalah manusia yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Dengan demikian tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan. Sebaliknya
tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah pendahulunya. Dari pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama
untuk melakukan kegiatan bagi kepentingan bersama atau sebagian besar hidupnya
berada dalam kehidupan budaya, dalam hal ini budaya Betawi yang wilayah geografiknya
berada di Jakarta.
Masyarakat atau Suku Betawi berasal dari hasil
kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalusecara biologis, mereka yang
mengaku sebagai orang betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku
dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan
orang atau suku betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok
etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis dan bangsa. Berikut unsur-unsur budaya Betawi.
1.
Bahasa
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi
adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil
perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain
di Nusantara maupun kebudayaan asing. Meskipun bahasa formal yang digunakan di
Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan
sehari-hari adalah BahasaIndonesia dialek Betawi.
2.
Kesenian
Dalam bidang kesenian orang Betawi memiliki seni
Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana
yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab
dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini suku Betawi terkenal
dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong.
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan
dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai
macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun
kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni
Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tiongkok, tetapi juga ada Rebana
yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang
Portugis-Arab dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Secara
biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum
berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil perkawinan
antaretnis dan bangsa di masa lalu.
3. Kepercayaan
3. Kepercayaan
Orang
Betawi sebagian besar menganut agama Islam, tetapi yangmenganut agama Kristen; Protestan dan Katholik juga
ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen,
ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk
lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16,
Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan
Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk
komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada
dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
4.
Profesi
Masyarakat Betawi sebelum era pembangunan orde baru,
terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka
masingmasing. Semisal di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai
para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum
banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik. Profesi pedagang, pembatik juga
banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh
warga Kemanggisan .
5. Perilaku
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial merekasangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta.
5. Perilaku
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial merekasangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta.
b. Pengertian
Cagar Budaya
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan
berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs
Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. (UURI
No. 11 Tahun 2010)
Berdasarkan
Undang-Undang bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan
atau yang biasa disebut dengan bersifat tangible. Artinya bahwa warisan budaya
yang masuk ke dalam kategori Cagar Budaya adalah warisan budaya yang berwujud
konkrit, dapat dilihat dan diraba oleh indra, mempunyai massa dan dimensi yang
nyata baik yang terdapat di darat dan / atau di bawah air. Contohnya batu
prasasti, candi, nisan makan, dll. Warisan budaya yang bersifat intangible
seperti bahasa, tarian dan sebagainya tidak termasuk pada kategori Cagar
Budaya. Cagar Budaya juga termasuk warisan
budaya bersifat kebendaan yang terdapat di darat dan/atau di air.
Sesuatu
dapat dikatakan Cagar Budaya jika memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Kata penghubung “dan/atau”
bermakna tidak berlaku komulatif. Artinya kelima nilai penting tersebut boleh
dimiliki seluruhnya atau salah satu oleh suatu Cagar Budaya. Penentuan nilai
penting ini dilakukan berdasarkan kajian mendalam oleh Tim Ahli Cagar Budaya
dibantu oleh lembaga yang berhubungan dengan kebudayaan. Suatu benda dapat dikatakan Cagar Budaya jika
sudah melalui proses penetapan oleh pihak berwenang yaitu, pemerintah
kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya tingat
kabupaten/kota. Tanpa proses penetapan suatu warisan budaya yang memiliki nilai
penting tidak dapat dikatakan sebagai Cagar Budaya.
c. Konservasi
Arsitektur
Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan.
Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Conservation yang
artinya pelestarian atau perlindungan. Konservasi merupakan suatu upaya yang
dapat menghidupkan kembali vitalitas lama yang telah pudar. Konservasi
arsitektur adalah penyelamatan suatu obyek/bangunan sebagai bentuk apreasiasi
pada perjalanan sejarah suatu bangsa, pendidikan dan pembangunan wawasan
intelektual bangsa antar generasi. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan
bersejarah. Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan
bersejarah sangat penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk
mengunjungi kawasan atau bangunan tersebut. Sebagai bukti sejarah dan peradaban
dari masa ke masa. Upaya konsevasi bangunan bersejarah dikatakan sangat
penting. Selain untuk menjaga nilai sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga
bangunan tersebut untuk bisa dipersembahkan kepada generasi mendatang.
Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sejarah dan budaya. Tentu tidak sedikit
bangunan bersejarah yang menyimpan cerita-cerita penting dan tersebar di
seluruh penjuru Indonesia. Bahkan hampir di setiap daerah mempunyai bangunan
bersejarah yang dijadikan sebagai identitas dari daerah tersebut. Namun,
menurut yang dikemukakan oleh Budihardjo (1985), bahwa arsitektur dan kota di
Indonesia saat ini banyak yang menderita sesak nafas. Bangunan-bangunan kuno
bernilai sejarah dihancurkan dan ruang-ruang terbuka disulap menjadi bangunan.
padahal menghancurkan bangunan kuno bersejarah sama halnya dengan menghapuskan
salah satu cermin untuk mengenali sejarah dan tradisi masa lalu. Dengan
hilangnya bangunan kuno bersejarah, lenyaplah pula bagian sejarah dari suatu tempat
yang sebenarnya telah menciptakan suatu identitas tersendiri, sehingga
menimbulkan erosi identitas budaya (Sidharta dan Budhihardjo, 1989). Oleh
karena itu, konservasi bangunan bersejarah sangat dibutuhkan agar tetap bisa
menjaga cagar budaya yang sudah diwariskan oleh para pendahulu kita.
Bangunan cagar budaya dikelompokan menjadi 4 golongan
A, B, C, dan D. Bangunan cagar budaya kelas A adalah bangunan yang harus
dipertahankan sesuai bentuk aslinya. Kelas B adalah bangunan cagar budaya yang
dapat dipugar dengan cara restorasi. Kelas C dapat diubah dengan tetap
mempertahankan tampak bangunan utama. Kelas D dapat dibongkar dan dibangun
seperti semula, karena kondisinya membahayakan penghuni dan lingkungan
sekitarnya. Secara detail, berdasarkan Perda DKI Jakarta No.9/ 1999 Pasal 10
ayat 1, bangunan cagar budaya dibagi menjadi sebagai berikut:
1.
Golongan A
Pemugaran bangunan pada golongan ini
merupakan upaya preservasi berdasarkan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI
Jakarta no.9/ 1999 Pasal 19):
·
Bangunan dilarang dibongkar dan atau
diubah.
·
Apabila kondisi bangunan buruk, roboh,
terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun
kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
·
Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus
menggunakan bahan yang sama/ sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan
mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
·
Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan
adanya penyesuaian/ perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah
bentuk bangunan aslinya.
2.
Golongan B
Pemugaran bangunan golongan ini
merupakan upaya preservasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta
no.9/ 1999 Pasal 20):
·
Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja
dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak
tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula
sesuai dengan aslinya.
·
Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus
dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap dan warna, serta dengan
mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
·
Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi
dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur
utama bangunan.
·
Di dalam persil atau lahan bangunan cagar
budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang
utuh dengan bangunan utama.
3.
Golongan C
Pemugaran bangunan golongan ini
merupakan upaya rekonstruksi dan adaptasi dengan ketentuan sebagai berikut
(Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 21):
·
Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan
tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap
bangunan.
·
Detail rnament dan bahan bangunan
disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian
lingkungan.
·
Penambahan bangunan di dalam perpetakan
atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus
sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.
·
Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan
rencana kota.
·
Pemanfaatan Kembali Bangunan Cagar Budaya.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/pengertian-cagar-budaya-berdasarkan-undang-undang-cagar-budaya/
https://rickyhendrianto.files.wordpress.com/2012/07/makalah-sosiologi2.pdf
http://egardanoza.blogspot.com/2018/07/konservasi-arsitektur-konservasi.html
As reported by Stanford Medical, It's in fact the one and ONLY reason women in this country get to live 10 years more and weigh on average 19 KG less than us.
BalasHapus(And actually, it has totally NOTHING to do with genetics or some hard exercise and really, EVERYTHING to around "how" they are eating.)
P.S, What I said is "HOW", not "what"...
Tap on this link to determine if this little quiz can help you find out your real weight loss possibilities