Minggu, 19 Mei 2019

SITU BABAKAN -GAMBARAN KAWASAN DAN USULAN


C.  GAMBARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA

Eksisting Kawasan


Setu babakan merupakan kawasan cagar budaya dengan penyebaran rumah penduduk yang mengelilingi danah ditengahnya.  Luas kawasan Setu babakan mencapai XXXX m2.  Kawasan Setu babakan dapat dibagi menjadi tiga zona.

Zona A berupa kawasan kantor pariwisata.  Area ini merupakan pusat kegiatan dari dinas pariwisata Situ Babakan.


Zona B merupakan area pemukiman penduduk dengan gaya bangunan yang masih mudah dikenali dengan ornament-ornamen khas betawi.   Pada area pemukiman juga banyak terdapat warung-warung yang dikelola oleh penduduk setempat dengan juga menggunakan area pinggir danau sebagai tempat makan. 


Zona C merupakan replica rumah-rumah tradisional Betawi.  Zona ini terletak di UTARA kawasan.  Bangunan tradisional tersebut tidak dihuni oleh penduduk melainkan berfungsi menunjukan rumah tradisional yang sangat kental dengan adat Betawi.  Pada zona ini juga terdapat panggung pertunjukan untuk mempertunjukan budaya kesenian ataupun bela diri Betawi.


Zona D merupakan area wisata air yang berpusat pada situ dimana terdapat sarana wisata air seperti perahu bebek di sepanjang pinggir situ.  Oleh penduduk situ sendiri sering digunakan seperti wilayah pemancingan walaupun tidak di tempat yang seharusnya. 

Pada Kawasan situ babakan juga terdapat banyak pepohonan yang membatasi antara wilayah situ dan tanah kering. Material yang dipakai untuk lansekap, terutama di area yang penuh dengan aktivitas kendaraan dan pejalan kaki menggunakan paving blok. 

Langgam


Langgam yang dapat ditemukan dari kawasan Situ Babakan sangat berkaitan dengan arsitektur tradisional Betawi.  Mulai dari gerbang pintu masuk kawasan  hingga ornament-ornamen yang terdapat pada rumah-rumah tradisional Betawi seperti ukiran gigi balang dan furniture khas Betawi.


a.          Furniture Khas Betawi Bangku dan lampu yang iconic khas betawi tempo dulu, menambah nuansa rumah betawi tradisional dari dalam. Paseban menjadi tempat cirikhas kebiasaan orang betawi dalam bersantai dan senda gurau. Berupa tempat duduk panjang untuk berlesehan dan bersantai


b.          Gigi Balang memiliki pesan dalam kehidupan akan menghadapi masalah, oleh sebab itu ingin mencontoh belalang yang ulet dan rajin. Bentuk ini juga diartikan sebagai penghormatan pemilik rumah kepada tamu yang berkunjung. Biasanya diterapkan pada listplang atap rumah betawi



c.          Langkan disimbolkan sebagai penjaga rumah karena memiliki bentuk seperti patung manusia


3.       Fasad dan Bangunan
Bangunan yang terdapat di kawasan Situ Babakan merupakan rumah tradisional betawi meskipun juga terdapat rumah tinggal dengan gaya arsitektur yang lebih modern.  Gaya tradisional betawi sangat terlihat dari pintu masuk kawasan situ babakan.



Rumah tradisional Betawi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu berdasarkan organisasi ruangnya dan berdasarkan bentuknya. Jika dilihat dari organisasi ruanganya,
rumah satu dengan rumah lainnya dapat memiliki perbedaan dari segi perletakkan ruangan-ruangannya. Tetapi setiap rumah tradisional Betawi tetap memiliki ruanganruangan yang sama yang menjadi ciri khas dari rumah tradisional Betawi. Ruangan ruangan yang terdapat di rumah tradisional Betawi yaitu:

a.          Bagian luar atau teras digunakan untuk menerima tamu, tidur siang, bersosialisasi dengan tetangga, dan sebagainya,
b.          Bagian dalam digunakan untuk ruang keluarga, ruang makan, dan kamar tidur,
c.          Bagian belakang (dapur yang kadang juga berfungsi sebagai ruang makan),
d.          KM / WC umumnya berada di luar bangunan rumah.


Berdasarkan bentuknya, rumah Betawi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a.       Rumah Gudang, berdenah empat persegi panjang, dapur hanya merupakan tambahan, beratap pelana memanjang dari depan sampai belakang, sedangkan atap bagian dapur sering hanya berupa atap tambahan (atap meja), dengan bagian tertinggi menempel ke dinding ruang dalam, dan miring ke arah
b.       belakang.
c.       Rumah Joglo, denah berbentuk bujur sangkar, bentuk atap dipengaruhi oleh bentuk atap rumah Jawa, namun tidak seperti Joglo murni, karena pada rumah
d.       Betawi ditambah dengan tekukan (dalam bahasa Sunda dinamakan "sorondoy")
e.       Rumah Bapang / Kebaya, denah berbentuk empat persegi panjang, atap rumah berbentuk pelana yang dilipat (memiliki dua sudut kemiringan).


Penataan Spasial Vertical

Spasial Vertical adalah bagian rumah yang terlihat secara vertical (fasad) meliputi atap, paseban, langkan, tapang, jendela jejake, dan jendela krepyak.
a.       TAPANG
Tapang merupakan bale-bale bambu multifungsi, bisa dijadikan tempat bersantai keluarga, tempat mengaji anak-anak, ruang tunggu tamu sebelum masuk kedalam rumah dan ruang serbaguna lainnya. Tempatnya yang luas membuat banyak orang betah berlama-lama duduk di paseban ini.
b.       JENDELA JEJAKE
Jendela jejake tidak memiliki daun jendela dan hanya dilengkapi dengan balustrade (kisi). Visual maksimum dan berfungsi untuk mencegah orang yang tidak diinginkan masuk. Jendela bujang ini disebut juga jendela jejake atau jendela intip. Balustrade yang digunakan biasanya berupak kayu yang di cat dengan variasi warna yang beragam.
c.       JENDELA KREPYAK
Merupakan jendela yang terbuat dari kayu dan terdiri dari dua daun dengan pola garis-garis horizontal tanpa kisi untuk sirkulasi udara.
4.       Material
Pada Kawasan situ babakan juga terdapat banyak pepohonan yang membatasi antara wilayah situ dan tanah kering. Material yang dipakai untuk lansekap, terutama di area yang penuh dengan aktivitas kendaraan dan pejalan kaki menggunakan paving blok.   Material yang dipakai oleh penduduk sebagian besar ialah kayu.  Sedangkan pagar yang dipakai sebagai batas antara situ dengan tanah berbahan besi.  Terdapat juga beberapa penanda jalan yang berbahan besi dengan model lama dan model modern.

D.  USULAN PENANGANAN PELESTARIAN



Salah satu permasalahan yang cukup mempengaruhi wajah kegiatan di kawasan Situ Babakan ialah kurangnya keteraturan dalam penataan warung-warung makan yang menutupi fasad rumah-rumah tradisional Betawi.  Keberadaan warung ataupun tokok ini sangat penting untuk keberlangsungan kegiatan di kawasan Situ Babakan, dikarenakan salah satu penarik turis ialah oleh-oleh ataupun makanan khas Betawi.  Namun juga menimbulkan permasalahan pada akses kendaraan yang tidak teratur.  Selain itu juga pemakaian furniture jalan yang bercampur-campur antara furniture tradisional dengan Modern ataupun bermaterialkan besi atau batu yang memberikan ketidakseragaman pada 1 kawasan . Kawasan Situ Babakan juga banyak memakai situ sebagai potensial atraksi pengunjung.

Usulan penanganan yang diberikan ialah dengan tujuan utama memberikan tampilan wajah yang lebih jelas pada bangunan-bangunan tradisional Betawi, terutama untuk rumah-rumah yang memang benar-benar dihuni oleh masyarakat.  Namun muka rumah ataupun bangunan banyak tertutup akibat dari toko ataupun warung yang berlangsung langsung di rumah tinggal tersebut. Untuk itu usulan yang diberikan adalah dengan memisahkan area makan/toko dengan rumah-rumah tradisional sehingga bangunan dapat dengan jelas dilihat dan dikenali sebagai rumah tradisional Betawi.  Letak area makan/ toko  bersisian dengan situ yang dibatasi dengan pagar-pagar yang dapat diberikan sentuhan arsitektur Betawi seperti ukiran gigi balang ataupun pagar langkan.  Penataan ini mampu memberikan pandangan yang baik bagi pengunjung untuk mmenikmati dan melihat kegiatan situ maupun menikmati rumah-rumah tradisional Selain itu juga diperlukan muka baru untuk dermaga wisata air di situ yang dapat dinikmati baik dengan menyewa perahu wisata air ataupun dengan berjalan-jalan diatasnya seperti preseden pada gambar dibawah.  Kemudian juga dilakukan penyesuaian signage dan furniture jalan dengan gaya tradisional modern. 




E.  KESIMPULAN DAN SARAN
Setu Babakan atau Danau Babakan terletak di Srengseng Sawah berfungsi sebagai pusat Perkampungan Budaya Betawi, suatu area yang dijaga untuk menjaga warisan budaya Jakarta, yaitu budaya asli Betawi. Situ Babakan merupakan danau buatan dengan area 30 hektare (79 akre) dengan kedalaman 1-5 meter dimana airnya berasal dari Sungai Ciliwung dan saat ini digunakan sebagai tempat wisata alternatif, bagi warga dan para pengunjung.  Situ Babakan menarik pengunjung baik dari bangunan-bangunan arsitektur tradisional, makanan tradisional ataupun pernak-pernik dan juga pertunjukan budaya.  Penataan dan organisir kawasan setu babakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menambah daya tarik dan kualitas dari kawasan peninggalan budaya Betawi tersebut.

Sumber:
http://miraandrea18.blogspot.com/2014/07/konservasi-arsitektur-situ-babakan.html
http://egardanoza.blogspot.com/2018/07/konservasi-arsitektur-konservasi.html
https://docplayer.info/70160029-Bab-iii-rumah-adat-betawi-setu-babakan-3-1-perkampungan-budaya-betawi-setu-babakan.html
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/pengertian-cagar-budaya-berdasarkan-undang-undang-cagar-budaya/

Senin, 08 April 2019

KONSERVASI KAWASAN ( SETU BABAKAN)


A.          PENDAHULUAN SEJARAH KAWASAN
Kebudayaan dan Betawi sangat mendesak untuk dilestarikan. Kurangnya kesadaran warga Jakarta dan derasnya pembangunan fisik di Ibu Kota negara ini mempersempit ruang gerak dan tumbuh kembang seni budaya Betawi. Budaya Betawi dalam kondisi siaga satu.  Pembangunan Jakarta saat ini masuk pada era modern dan kencangnya budaya internasional mengikis seni tradisional ditambath dengan faktor lain seperti makin sempitnya ruang Jakarta yang berubah menjadi pemukiman Apartemen, sehingga mempersempit seni budaya betawi untuk tumbuh dan berkembang.
Sudah lama Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan dikenal sebagai sebuah cagar budaya Betawi. Kawasan seluas 32 hektar ini sebenarnya merupakan perkampungan masyarakat Betawi di Jakarta.  Setu Babakan sendiri sudah ditetapkan menjadi cagar budaya Betawi sejak 17 tahun lalu, tepatnya pada 18 Agustus 2000. Setu Babakan menjadi pusat budaya Betawi ini ditetapkan lewat Peraturan Gubernur No. 9 tahun 2000. Setelah Pergub tersebut terbit, Gubernur DKI Jakarta kala itu, Sutiyoso mulai mempersiapkan Setu Babakan menjadi kawasan istimewa bernuansa budaya Betawi.         
Hanya saja, dulunya Setu Babakan bukanlah pilihan satu-satunya yang bersaing jadi cagar budaya Betawi. Ketua Bidang Pemuda Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi, Muhammad Ikhsan mengatakan, Setu Babakan bukanlah opsi pertama pemerintah provinsi DKI Jakarta yang ingin membuat cagar budaya Betawi.  Kala itu, kata Ikhsan, Pemprov DKI berencana membangun cagar pelestarian budaya betawi di daerah Condet, Jakarta Timur. Namun, budaya Betawi di Condet dinilai sudah mulai luntur karena perkembangan zaman dan banyaknya pendatang.
Meski saat itu semua perhatian untuk pembangunan cagar budaya Betawi sudah jatuh pada Setu Babakan, namun itu tak berarti Setu Babakan mendadak berubah menjadi cantik dan istimewa.
Setu Babakan sendiri tidak langsung bersolek megah seperti sekarang. Ikhsan mengungkapkan bahwa kala itu Pemprov DKI Jakarta memberikan lahan dan uang terlebih dahulu kepada masyarakat setempat untuk membangun rumah-rumah khas Betawi di kawasan Setu Babakan.  Sejak itu, Pemprov DKI Jakarta semakin memantapkan niatnya untuk membangun suatu kawasan yang bernuansa Betawi. Kemudian pada 2004, Gubernur Sutiyoso meresmikan Setu Babakan sebagai kawasan cagar budaya Betawi.
Tujuan penetapan Perkampungan Budaya Betawi adalah untuk membina dan melindungi secara sungguh-sungguh dan terus menerus tata kehidupan serta nilai-nilai budaya Betawi, menciptakan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai seni budaya Betawi sesuai dengan akar budayanya, menata dan memanfaatkan potensi lingkungan fisik baik alami maupun buatan yang bernuansa Betawi, mengendalikan pemanfaatan lingkungan fisik dan non fisik sehingga saling bersinergi untuk mempertahankan ciri khas Betawi (Pengelola, Perkampungan Budaya Betawi, 2012).
Berdasarkan tujuan yang ditetapkan di dalam kebijakan tersebut, diharapkan kedepannya dapat berkembang tidak saja sebagai pusat pengembangan budaya Betawi, tetapi dapat menjadi salah satu obyek wisata yang menarik dan menjadi andalan khususnya untuk kotamadya Jakarta Selatan. Saat ini, kawasan wisata Perkampungan Budaya Betawi terbagi atas tiga jenis atraksi wisata yaitu wisata air, wisata agro dan wisata budaya. Jenis atraksi wisata air yang dapat dilakukan di kawasan wisata Perkampungan Budaya Betawi antara lain pemancingan, dayung perahu dan olahraga air. Sedangkan wisata agro yaitu bercocok tanam berbagai tanaman tropis, cara pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian, cara pembuatan gulamerah kelapa dan lain-lain. Dan atraksi wisata yang terakhir juga sangat menarik  adalah wisata budaya yaitu pagelaran seni baik musik, tarian maupun teater Betawi. Selain itu juga ada atraksi upacara kebudayaan Betawi seperti upacara pernikahan, sunatan, aqiqah, khatam Qur’an dan nujuh bulanan. Pihak pengelola telah menyediakan fasilitas Home stay sebanyak 67 unit rumah adat untuk wisatawan yang ingin merasakan aktivitas tradisional masyarakat Betawi. Beragam kegiatan yang ada di Perkampungan Budaya Betawi layak di tonton dan dinikmati langsung karena mengandung nilai-nilai tradisional.

Menurut Yoeti (1982) dalam Yanuarizki (2013), motivasi wisatawan untuk mengujungi suatu obyek wisata yaitu ingin mengetahui lebih mendalam tata cara hidup, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat serta mempelajari seluk beluk adat istiadat itu sendiri. Sehingga wisatawan yang berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi dapat menyaksikan dari dekat budaya masyarakat Betawi. Kawasan wisata Setu Babakan diharapkan dapat menjaga dan melestarikan tradisi Budaya Betawi seperti seni musik, seni tari dan teater tradisional, seni bela diri, kuliner dan sebagainya. Selain itu juga, masyarakat lokal maupun masyarakat pendatang yang tinggal disekitar kawasan tersebut ikut berpartisipasi menjaga keutuhan budaya Betawi.
Adanya berbagai kegiatan di kawasan ini membuat peluang masyarakat dalam bidang ekonomi pun menjadi terbuka dan membuat masyarakat sekitar melakukan alternatif pekerjaan untuk menambah penghasilan rumah tangga mereka. Dan, dengan penetapan obyek wisata Setu Babakan sebagai kampong Betawi, masyarakat dapat menjaga, melestarikan dan mempertunjukkan keanekaragaman kebudayaan Betawi.

B.                 Telaah Pustaka
a.       Budaya Betawi
Istilah budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian hakikat budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.           
Budaya merupakan suatu cara hidup yang terbentuk dari banyak unsur yang rumit (agama, politik, adat istiadat, bahasa, seni, dll) dan berkembang pada sebuah kelompok orang atau masyarakat. Budaya sering kali dianggap warisan dari generasi ke generasi dan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Istilah kebudayaan berasal dari kata dasar budaya sehingga memiliki keterkaitan makna. Kebudayaan merupakan hasil dari budaya yaitu hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Kebudayaan menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu.
Masyarakat Betawi adalah masyarakat yang berada di Indonesia diseluruh wilayah DKI Jakarta, sebagian besar wilayah Bekasi, sebagian wilayah Bogor, sebagian Kecamatan Batu Jaya di Kecamatan Karawang dan sebagian wilayah tanggerang. Menurut Selo Soemardjan menjelaskan bahwa yang dimaksud masyarakat adalah manusia yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan. Sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah pendahulunya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama untuk melakukan kegiatan bagi kepentingan bersama atau sebagian besar hidupnya berada dalam kehidupan budaya, dalam hal ini budaya Betawi yang wilayah geografiknya berada di Jakarta.
Masyarakat atau Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalusecara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis dan bangsa.  Berikut unsur-unsur budaya Betawi.
               1.                  Bahasa
          Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah BahasaIndonesia dialek Betawi.
             2.                  Kesenian
Dalam bidang kesenian orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong.
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tiongkok, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil perkawinan antaretnis dan bangsa di masa lalu.
3.                  Kepercayaan
 Orang Betawi sebagian besar menganut agama Islam, tetapi yangmenganut agama Kristen; Protestan dan Katholik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
4.                  Profesi
Masyarakat Betawi sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka masingmasing. Semisal di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik. Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan .
5.  Perilaku
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial merekasangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta.

b.      Pengertian Cagar Budaya
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. (UURI No. 11 Tahun 2010)
      Berdasarkan Undang-Undang bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan atau yang biasa disebut dengan bersifat tangible. Artinya bahwa warisan budaya yang masuk ke dalam kategori Cagar Budaya adalah warisan budaya yang berwujud konkrit, dapat dilihat dan diraba oleh indra, mempunyai massa dan dimensi yang nyata baik yang terdapat di darat dan / atau di bawah air. Contohnya batu prasasti, candi, nisan makan, dll. Warisan budaya yang bersifat intangible seperti bahasa, tarian dan sebagainya tidak termasuk pada kategori Cagar Budaya.  Cagar Budaya juga termasuk warisan budaya bersifat kebendaan yang terdapat di darat dan/atau di air.
      Sesuatu dapat dikatakan Cagar Budaya jika memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Kata penghubung “dan/atau” bermakna tidak berlaku komulatif. Artinya kelima nilai penting tersebut boleh dimiliki seluruhnya atau salah satu oleh suatu Cagar Budaya. Penentuan nilai penting ini dilakukan berdasarkan kajian mendalam oleh Tim Ahli Cagar Budaya dibantu oleh lembaga yang berhubungan dengan kebudayaan.  Suatu benda dapat dikatakan Cagar Budaya jika sudah melalui proses penetapan oleh pihak berwenang yaitu, pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya tingat kabupaten/kota. Tanpa proses penetapan suatu warisan budaya yang memiliki nilai penting tidak dapat dikatakan sebagai Cagar Budaya.

c.       Konservasi Arsitektur
Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan. Konservasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali vitalitas lama yang telah pudar. Konservasi arsitektur adalah penyelamatan suatu obyek/bangunan sebagai bentuk apreasiasi pada perjalanan sejarah suatu bangsa, pendidikan dan pembangunan wawasan intelektual bangsa antar generasi. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan bersejarah. Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan bersejarah sangat penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan atau bangunan tersebut. Sebagai bukti sejarah dan peradaban dari masa ke masa. Upaya konsevasi bangunan bersejarah dikatakan sangat penting. Selain untuk menjaga nilai sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga bangunan tersebut untuk bisa dipersembahkan kepada generasi mendatang.
          Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sejarah dan budaya. Tentu tidak sedikit bangunan bersejarah yang menyimpan cerita-cerita penting dan tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Bahkan hampir di setiap daerah mempunyai bangunan bersejarah yang dijadikan sebagai identitas dari daerah tersebut. Namun, menurut yang dikemukakan oleh Budihardjo (1985), bahwa arsitektur dan kota di Indonesia saat ini banyak yang menderita sesak nafas. Bangunan-bangunan kuno bernilai sejarah dihancurkan dan ruang-ruang terbuka disulap menjadi bangunan. padahal menghancurkan bangunan kuno bersejarah sama halnya dengan menghapuskan salah satu cermin untuk mengenali sejarah dan tradisi masa lalu. Dengan hilangnya bangunan kuno bersejarah, lenyaplah pula bagian sejarah dari suatu tempat yang sebenarnya telah menciptakan suatu identitas tersendiri, sehingga menimbulkan erosi identitas budaya (Sidharta dan Budhihardjo, 1989). Oleh karena itu, konservasi bangunan bersejarah sangat dibutuhkan agar tetap bisa menjaga cagar budaya yang sudah diwariskan oleh para pendahulu kita.
Bangunan cagar budaya dikelompokan menjadi 4 golongan A, B, C, dan D. Bangunan cagar budaya kelas A adalah bangunan yang harus dipertahankan sesuai bentuk aslinya. Kelas B adalah bangunan cagar budaya yang dapat dipugar dengan cara restorasi. Kelas C dapat diubah dengan tetap mempertahankan tampak bangunan utama. Kelas D dapat dibongkar dan dibangun seperti semula, karena kondisinya membahayakan penghuni dan lingkungan sekitarnya. Secara detail, berdasarkan Perda DKI Jakarta No.9/ 1999 Pasal 10 ayat 1, bangunan cagar budaya dibagi menjadi sebagai berikut:
1.      Golongan A
            Pemugaran bangunan pada golongan ini merupakan upaya preservasi berdasarkan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 19):
·         Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.
·         Apabila kondisi bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
·         Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/ sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
·         Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/ perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya.
2.      Golongan B
            Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya preservasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 20):
·         Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
·         Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
·         Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan.
·         Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.
3.      Golongan C
            Pemugaran bangunan golongan ini merupakan upaya rekonstruksi dan adaptasi dengan ketentuan sebagai berikut (Perda DKI Jakarta no.9/ 1999 Pasal 21):
·      Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan.
·      Detail rnament dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan.
·      Penambahan bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.
·      Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.
·      Pemanfaatan Kembali Bangunan Cagar Budaya.


Sumber : Sekararum, Natrisya. 2017. "Dampak Obyek Wisata Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Terhadap Kondisi Ekonomi Dan Budaya Masyarakat Betawi". Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/pengertian-cagar-budaya-berdasarkan-undang-undang-cagar-budaya/
https://rickyhendrianto.files.wordpress.com/2012/07/makalah-sosiologi2.pdf
http://egardanoza.blogspot.com/2018/07/konservasi-arsitektur-konservasi.html

Sabtu, 19 Januari 2019

Green School, Bali

Green School (2005)
Karya PT Bambu
Bali, Indonesia 


Green School
(https://www.jawapos.com/features/15/10/2016/green-school-bali-sekolah-alam-yang-bikin-penasaran-ban-ki-moon)

Green School berlokasi di Banjar Saren, Desa Sibang Kaja, Abiansemal, Badung. sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Denpasar. Sekolah alam ini didirikan oleh John Hardy, yang bertujuan untuk mengembangkan institusi Indonesia yang mampu meningkatkan pemimpin-pemimpin yang peka terhadap lingkungan di masa depan. Berbeda dengan sekolah pada umumnya yang memiliki batas-batas nyata secara fisik terhadap ruang-ruang belajar siswa, bangunan karya PT Bambu ini terbuka dengan alam dengan bambu sebagai struktur utama yang dirangkai untuk menaungi aktivitas belajar siswa dari kondisi alam dan geografis daerah tersebut. Ruang-ruang tanpa sekat sengaja dikondisikan sehingga siswa bisa benar-benar merasakan alam dalam proses pembelajaran mereka. 

Green School Bali
https://facebook.com/greenschool/

Sekalipun secara fisik Green School benar-benar berbanding terbalik dengan sekolah formal yang dikenal khalayak umum, namun sarana dan prasarana sekolah tetap ditunjang dengan baik sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 dimana setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Sekolah ini menunjukan bagaimana kualitas pendidikan dipegang teguh dan tidak dibatasi oleh batasan-batasan ruang sekalipun.

Source:
https://www.jawapos.com/features/15/10/2016/green-school-bali-sekolah-alam-yang-bikin-penasaran-ban-ki-moon/
http://bsnp-indonesia.org/standar-sarana-dan-prasarana/